Sunday, April 21, 2013

Ibu Kartini untuk Wanita Indonesia

 
Tak asing lagi pastinya masyarakat muda Indonesia dengan nama Raden Adjeng Kartini. Mungkin sebagian mengenal sebagai pahlawan nasional Indonesia, sebagian lagi mungkin mengenal sebagai putri Indonesia yang harum namanya. Tapi tidak bisa dilupakan juga bahwa dialah yang memegang peran besar dalam kebangkitan para perempuan pribumi.



Wanita kelahiran Jepara, 21 April 1879 ini beruntung karena Ia terlahir di keluarga bangsawan Jawa. Hal ini tentu memudahkannya untuk mengenyam pendidikan yang pada saat itu sulit dinikmati oleh masyarakat biasa. Namun, saat Ia berusia 12 tahun, Ia terpaksa harus berhenti sekolah dan tinggal dirumah karena sudah bisa dinikahkan. Pendidikan yang Ia dapat semasa sekolah, membuat Ia mahir berbahasa Belanda. Karena harus terus menerus tinggal dirumah, Ia berininsiatif untuk belajar sendiri dan mulai surat-menyurat dengan teman-teman korespondensinya di Belanda. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Cécile de Jong van Beek en Donk

Walaupun fokus terhadap perempuan pribumi, Ia peduli terhadap masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Banyak materi bacaan yang dibaca olehnya namun yang menarik perhatian kami adalah Kartini membaca novel karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Bee yang merupakan seorang penulis feminis.

Beruntung saat Kartini menikahi suaminya, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Ia diberi kebebasan dan pengertian oleh suami untuk merealisasikan keinginannya untuk mendirikan sekolah wanita. Tentu bukan hanya untuk mendidik para wanita saja tetapi memperjuangkan kebebasan wanita untuk memiliki pendidikan, berkarir dan bekerja--bukan hanya menjadi pendamping suami yang setia saja.

Selama perjuangannya, yang menarik perhatian adalah surat-sura yang Ia kirimkan kepada teman-teman korespondensinya. Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.

Perjuangannya pun tidak sia-sia, karena melihat negara Indonesia sekarang ini banyak wanita yang justru berkarir dan menuntut ilmu. Tak jarang banyak juga wanita yang menjabat pekerjaan yang berstatus tinggi. Para wanita di Indonesia sekarang ini justru banyak yang berlomba-lomba untuk mencari pekerjaan & ilmu karena sudah mempunyai prinsip untuk mandiri, baik menikah maupun yang tidak.

Nah, menurut kalian dampak apa yang paling kalian rasakan karena perjuangan Ibu Kartini ini? Dan menurut kalian apakah Ibu Kartini dapat dijadikan basis feminisme di Indonesia? Jangan lupa dishare dan comment ya!

Follow us on Twitter: @Young_LoudID
Like us on Facebook: youngandloudID
Subscribe & watch our videos: YouTube/youngandloudID

No comments:

Post a Comment